Agar Taqwa Terasa Mudah dan Ringan
Oleh: KH DR. Emelham (Pimred Majalah Cahaya Sufi)
ALLAH
SWT menciptakan manusia dengan kecenderungan mencari kepuasan dan
menghindari kesulitan, padahal Allah Swt menghendaki para hamba-Nya
untuk melakukan ibadah, yang berat, dan meninggalkan maksiat, yang
sulit ditinggalkan. Dia menyelimuti surga-Nya dengan kesulitan dan
menyelubungi neraka-Nya dengan kenikmatan syahwat.
Mengetahui
tabiat ini, Allah Swt menjanjikan pahala dan keagungan bagi orang yang
patuh kepada-Nya dan berpaling dari syahwat, supaya hamba tertarik
untuk beribadah dan mendekatkan diri kepada-Nya. Disamping itu, Dia
memberi ancaman siksa dan kehinaan atas orang yang mendurhakai-Nya dan
memperturutkan hawa nafsu, supaya hamba tidak membangkang dan tidak
berbuat buruk.
Cara
mudah dalam meningkatkan takwa adalah dengan berharap-harap cemas.
Ketika melihat kemuliaan yang Allah janjikan kepada hamba-Nya yang
taat, manusia senang dan tergerak untuk mengabaikan kesulitan dalam
beribadah dan meninggalkan larangan. Saat mengetahui ancaman Allah
untuk hamba-Nya yang bermaksiat, manusia takut dan tergerak untuk
mematuhi-Nya.
Berharap-harap
cemas merupakan sarana efektif menuju pelaksanaan amal wajib dan amal
sunnah serta penghindaran perbuatan terlarang dan perbuatan makruh.
Seorang hamba harus senantiasa menghadirkan perasaan tersebut, sehingga
pahala dan siksa benar-benar terpampang di depan kedua matanya. Dengan
begitu, ia terpicu untuk menunaikan kewajiban dan menjauhi larangan.
Masalahnya adalah bahwa konsistensi untuk selalu menghadirkan perasaan tersebut berat bagi jiwa, dan ini disebabkan oleh tiga faktor:
1.
Bayangan kejadian akhirat yang mengerikan sangat berat bagi jiwa,
bahkan menyakitkan hati, terutama bagi orang yang bergelimang dosa,
banyak cela, dan mengkhawatirkan pertemuannya dengan Tuhan saat
keburukannya diungkap.
2. Bayangan akhirat yang menakutkan membuat impian tentang indahnya dunia dan hasrat untuk memperturutkan syahwat padam.
3. Setan dan hawa nafsu selalu membisikkan bahwa tobat berarti mencegah diri untuk menikmati kesenangan dan kepuasan di dunia.
Oleh
sebab itulah, setan dan hawa nafsu menyuruh manusia untuk membuang
keinginan bertobat. Hawa nafsu menyuruh demikian agar ia bisa mereguk
kesenangan dan kenikmatan duniawi. Adapun setan adalah musuh manusia,
sehingga wajarlah kalau ia selalu membisikkan dosa dan permusuhan demi
mendapatkan teman ketika disiksa dalam neraka.
Cara
melawan bisikan dalam dada ini adalah membandingkan kenikmatan duniawi
dengan kenikmatan ukhrawi. Dengan begitu, orang akan sadar bahwa
kenikmatan duniawi yang terlewatkan sejatinya tidak seberapa jika
dibandingkan dengan kenikmatan yang bisa diperoleh di akhirat, terutama
nikmat menatap wajah Tuhan Yang Mahamulia.
Orang
cerdas tentu takkan pernah mengutamakan sesuatu yang sedikit lagi fana
di atas sesuatu yang mehmpah lagi abadi. Setelah terbiasa membandingkan
kedua kenikmatan tersebut, hamba pasti lebih menghargai kenikmatan
agung yang kekal dari pada kepuasan sesaat yang rendah. Ketika melihat
beratnya ibadah di dunia, bandingkanlah dengan beratnya azab akhirat
yang disertai dengan murka Tuhan Sang Pencipta.
Dengan
begitu, hamba pasti rela menjalani kesulitan sesaat agar terhindar dan
penderitaan luar biasa yang abadi. Orang cerdas pasti memilih
penderitaan sejenak daripada penderitaan selamanya. Ia akan
mengintrospeksi diri dan berkata kepada jiwanya:
Bedebah
kau jiwa! Engkau gelisah saat tersengat bayangan akhirat yang
mengerikan, tetapi tidak resah dengan ancaman akhirat yang
menghanguskan segenap jiwa dan ragamu?! Engkau keberatan untuk membuang
bayangan kenikmatan duniawi yang semu dan hina, tetapi tidak keberatan
untuk menyingkirkan bayangan kenikmatan akhirat yang hakiki?! Apakah
kau ingin menukar sesuatu yang mulia dengan sesuatu yang nista?! “Dan
amat jahatlah perbuatan mereka menjual diri demi sihir andai saja
mereka tahu.” Kalau engkau membiasakan diri memikirkan perkara akhirat,
niscaya Allah mengganti hasrat bermaksiat dengan indahnya ibadah dan
harapan akan pahala di akhirat.
Orang
dapat konsisten menghadirkan bayangan mengerikan Hari Kiamat jika ia
berusaha sekuat tenaga membayangkannya. Ini baru bisa dicapai jika hati
kosong dan hanya memikirkan peristiwa itu berikut segala sesuatu yang
berhubungan dengannya. Di samping itu, anggota tubuh juga tidak boleh
sibuk dengan sesuatu yang menghapus pikiran tentang Hari Kiamat.
Rangkaian
kejadian Hari Kiamat harus selalu diingat hingga kalbu gemetar dan
takut, lalu menggerakkan Anda untuk menyiapkan diri guna menghadapi
hari itu. Untuk membuat masakan dalam panci cepat matang, umpamanya,
kayu bakar di bawahnya harus banyak. Hati pun cepat matang dan membuang
nafsu syahwatnya bila telah dirasuki rasa takut akan siksa. Ketika Anda
berusaha menakut-nakuti kalbu, setan pasti berusaha merusak usaha itu
dengan menanamkan kepercayaan bahwa Anda telah sukses melakukan itu
berkat tekad dan kecermatan Anda dalam menata kalbu. Kalau Anda
menerima bisikan ini, usaha Anda pasti sia-sia. Kalau Anda
mengacuhkannya, rasa takut kalbu benar-benar berguna.
Rasa
takut yang bermanfaat ini akan berpadu dengan taufik dan membuat Anda
terhindar dan dosa serta giat beribadah kepada Tuhan Sang Pencipta
langit dan bumi.
Seandainya
cahaya makrifat menyinari seseorang, segenap hasrat dan tekadnya
terhimpun tanpa harus membiasakan diri memikirkan akhirat. Sayangnya,
zaman sekarang, sulit menemukan orang seperti itu.
Hatiku dipenuhi segudang ambisi
Yang segera sirna setelah mata hatiku melihat-Mu
Aku meninggalkan dunia dan agama manusia demi menyibukkan diri dalam mengingat-Mu
Wahai agama dan duniaku, orang yang kudengki berubah iri kepadaku
aku menjadi tuan di dunia setelah menjadikan-Mu sebagai Tuhan.
Kebiasaan
memikirkan akhirat dan memusatkan tekad yang meningkatkan ketakwaan dan
ibadah kepada Allah Swt bisa dicermati melalui dua ilustrasi berikut.
Baju
kotor yang dipenuhi noda hanya bisa dibersihkan dengan dicuci
berulang-ulang. Demikian juga kalbu yang dipenuhi kotoran syahwat dan
noda perbuatan haram. Ia hanya bisa dibersihkan dengan senantiasa
mengingat akhirat, sehingga ia bertobat dan meninggalkan perbuatan
nista.
Penyakit yang
menahun hanya bisa disembuhkan dengan terapi dan pengobatan
berkesinambungan. Demikian pula kalbu berpenyakit. Ia hanya bisa
diobati dengan terus-menerus membayangkan siksa yang Allah Swt janjikan
kepada para pendosa.